"If They Can't Learn The Way We Teach, We Teach The Way They Learn" ― O. Ivar Lovaas

Kamis, 13 Desember 2012

Gejala Autisme Pada Orang Dewasa


Gejala autisme pada orang dewasa merupakan kasus yang jarang ditemukan karena gejala biasanya nampak pada anak-anak. Gejala autisme pada orang dewasa berbeda antara satu orang dengan lainnya. Autisme adalah spektrum gangguan perkembangan saraf yang ditandai oleh penurunan interaksi sosial dan komunikasi. Orang dengan autisme memiliki perilaku yang terbatas (tidak variatif) dan berulang. Ada beberapa masalah umum yang sering terlihat pada orang autis, misalnya gangguan kejang, masalah pencernaan, keterbelakangan mental, maupun penyakit lainnya.

Gejala Autisme pada Orang Dewasa
Gejala autisme pada orang dewasa umumnya ditandai dengan masalah keterampilan sosial dan komunikasi.
Berikut adalah beberapa gejala yang mungkin muncul:
1. Hambatan Bahasa
Orang dewasa dengan autisme merasa sangat kesulitan untuk memverbalisasi apa yang ingin mereka katakan.Ucapan mereka sering kali kaku seperti robot dan nampak seperti sudah dilatih, sehingga gaya bicaranya terdengar tanpa intonasi.
2. Kecanggungan Sosial
Orang yang menderita autisme sering menghindari kontak mata. Berkomunikasi dengan bertatap muka secara langsung dengan orang lain merupakan hambatan bagi mereka. Anda tidak akan melihat penderita mengomentari isu-isu sosial-politik karena mereka tidak memiliki keterampilan komunikasi yang memadai.
3. Masalah Komunikasi
Orang yang menderita autisme merasa sangat sulit dalam berkomunikasi. Sulit bagi mereka untuk memulai dan melanjutkan pembicaraan. Orang autis sering tidak mengerti ekspresi wajah, bahasa tubuh, isyarat non-verbal, maupun intonasi orang lain. Candaan maupun sindiran sering tidak dipahami oleh mereka. Hal ini menyebabkan banyak orang merasa frustasi dan menghindari berkomunikasi dengan orang-orang autis. Orang dewasa yang menderita autisme mungkin berbicara dengan nada tinggi atau intonasi datar.
4. Masalah Manajemen Waktu
Salah satu masalah yang muncul pada orang-orang dengan autisme adalah mereka tidak sadar akan waktu. Seringkali penderita keasyikan dengan pekerjaan yang mereka lakukan. Ada sebagian orang autis dewasa yang menghabiskan waktu berjam-jam mengatur rak buku mereka.
5. Kurangnya Pengendalian Emosi
Orang dewasa dengan autisme tidak memiliki kendali atas emosi mereka. Terkadang mereka sendiri terkejut dengan emosi yang mereka tampilkan. Hal ini membuat orang lain merasa kesulitan berurusan dengan orang-orang autis. Orang dewasa autis bisa jadi memiliki kecenderungan mengamuk atau tantrum seperti anak-anak.
6. Kepekaan
Sebagian besar orang autis hiper atau hiposensitif terhadap cahaya, suara, dan kerumunan orang banyak. Beberapa kasus autisme juga menunjukkan hipersensitivitas dan hiposensitivitas pada waktu yang berbeda terhadap kondisi yang sama.
7. Kegiatan Motorik
Sebagian besar orang dengan autisme mengalami kesulitan dalam motorik halus maupun motorik kasar. Hal ini terlihat jelas pada gerakan yang memerlukan koordinasi seperti gerakan atletik, menulis, dan lainnya. Orang dewasa dengan autisme disarankan melakukan olahraga perseorangan yang tidak memerlukan koordinasi dengan orang lain. Berlari, berenang, dan kegiatan lain sejenis merupakan pilihan yang lebih baik bagi orang-orang dengan autisme.
8. Masalah Kepribadian
Meskipun setiap orang autis berbeda satu dari yang lain, namun mereka memiliki beberapa ciri kepribadian yang umum. Orang dengan autisme sering melakukan kegiatan yang berulang. Mereka sering kesulitan untuk berteman dan mempertahankan hubungan dengan teman-temannya. Sebagian besar orang autis menarik diri ke dalam dunia mereka sendiri dan lebih memilih kegiatan yang minim interaksi dengan orang lain.
9. Kepatuhan terhadap Rutinitas
Orang dengan autisme senang melakukan hal yang rutin dalam keseharian mereka.Mereka bisa menjadi sangat gelisah jika ada variasi dalam rutinitasnya.
10. Gejala Lainnya
Beberapa orang autis diberkahi bakat keterampilan yang langka seperti mampu menghafal daftar, menghitung tanggal kalender, memiliki tangan ajaib untuk melukis, dan lainnya. Orang autis mungkin memiliki rasa suka dan tidak suka yang sangat kuat. Pengobatan terbaik untuk autisme pada orang dewasa adalah memberi perhatian yang cukup. Selain itu, konseling dan dukungan keluarga juga menjadi bagian dari pengobatan autisme. Meskipun terdapat gejala autisme pada orang dewasa, namun mereka dapat hidup dan bekerja sendiri. Kemandirian yang terbentuk tergantung pada kecerdasan dan kemampuan mereka untuk berkomunikasi. Berdasarkan data statistik, sekitar 33% dari orang-orang autis mampu hidup mandiri. 

Klik link berikut, dan ukur ada tidaknya sifat autisme pada diri anda :
http://autism.care.ugm.ac.id/?modul=tad

Sumber : http://bumbata.co/22707/inilah-10-gejala-autisme-pada-orang-dewasa/

Ibu Flu Saat Hamil Dapat Mengakibatkan Anak Autis


Penyebab autisme hingga kini belum bisa dipastikan. Namun sebuah survei mengungkapkan ibu yang flu saat hamil, dua kali lebih mungkin memiliki anak autisme. Demikian hasil survei baru dari sebuah studi Denmark seperti dikutip ABCNews, Selasa (13/11). Penelitian memang tidak menunjukkan bahwa demam tinggi atau flu menjadi penyebab autisme. Tapi banyak ahli yang mengatakan korelasi ini bisa memperkuat rekomendasi agar semua wanita hamil divaksinasi flu.
Studi ini dilakukan para peneliti di Denmark dan .S. Centers for Disease Control and Prevention. Mereka melihat hampir 97.000 anak-anak usia 8 sampai 14 tahun yang lahir di Denmark antara 1997 dan 2003. Hasilnya, hanya 1 persen yang didiagnosa dengan gangguan spektrum autisme. Para peneliti mewawancarai ibu selama kehamilan dan setelah melahirkan mengenai infeksi dan demam tinggi yang mereka alami saat hamil, serta apakah mereka telah menggunakan antibiotik.
Wawancara dengan ibu hamil itu meliputi lebih dari 200 pertanyaan untuk mencari informasi tentang berbagai jenis infeksi selama kehamilan. Meskipun penelitian ini tidak dirancang tentang kasus flu, ibu yang melaporkan mengalami flu selama kehamilan mereka, dua kali lebih mungkin memiliki anak dengan autisme. Penelitian ini diterbitkan dalam jurnal Pediatrics.
Mereka yang demam berlangsung selama seminggu atau lebih, sebelum trimester ketiga cenderung tiga kali lebih mungkin untuk memiliki anak dengan spektrum autisme. Meski vaksinasi flu dapat mencegah banyak kasus influenza, temuan ini tidak menunjukkan bahwa mendapat vaksinasi flu akan mencegah perkembangan autisme.
Studi ini juga menemukan sejumlah ibu yang minum satu jenis antibiotik yang disebut macrolides, lebih dikenal dengan nama-nama seperti azitromisin atau eritromisin, hanya sedikit peningkatan risiko. Studi pada hewan telah menunjukkan bahwa otak bayi terpengaruhi ketika respon kekebalan tubuh wanita dipicu selama kehamilan, seperti memerangi infeksi. Temuan awal menunjukkan sistem kekebalan tubuh ibu mungkin memainkan peran dalam perkembangan bayi, meskipun tidak hampir sama kuatnya dengan asosiasi yang ditemukan dalam studi hewan.
“Ini adalah sebuah artikel menarik, karena meningkatnya bukti dasar ilmiah kasus autisme yang mungkin berhubungan dengan faktor-faktor imunologi, yang mempengaruhi perkembangan otak janin pada anak-anak yang rentan,” kata Dr Susan Hyman, ketua dari American Academy of Pediatrics pada subkomite autisme. Hyman tidak terlibat dalam penelitian ini. Para peneliti tidak menemukan hubungan antara infeksi dalam saluran, kandung kemih, dan genital kemih, dan autisme.
Sementara itu, menurut Dr Shlomo Shinnar, profesor neurologi, pediatri dan epidemiologi dan kesehatan penduduk di Albert Einstein College of Medicine di New York, korelasi yang ditemukan tidak cukup menunjukkan faktor pada kondisi apapun selama kehamilan yang berkontribusi terhadap perkembangan anak autisme.
“Ini bisa sangat merusak ketika bagian keluarga, baik yang dekat atau jauh, menyalahkan penyakit ringan yang ibu derita berpengaruh dengan kondisi anak,” kata Shinnar. Menurut peneliti, selama studi banyak penyesuaian yang dibuat dan peneliti bergantung pada respon dari wanita, daripada catatan medis. Alhasil, penelitian ini tidak bisa memberikan hubungan yang definitif antara flu atau demam tinggi dengan autisme.
“Setiap episode demam mungkin keliru untuk influenza, dan tidak semua perempuan yang terinfeksi dengan virus influenza mungkin telah menyadari hal ini,” tulis para peneliti. “Hubungan antara antibiotik dan autisme adalah penemuan baru yang memerlukan konfirmasi”. Menurut Hyman, tidak semua demam tinggi memerlukan antibiotik. Dokter yang merawat ibu hamil juga harus bisa memberikan antibiotik dengan bijakasana jika mencurigai terkena penyakit dari bakteri.
“Antibiotik tidak diperlukan untuk demam pada umumnya dan virus yang tidak rumit,” ujarnya. Meskipun selama kehamilan banyak obat yang dibatasi, ibu hamil dengan demam tinggi atau flu harus berkonsultasi dengan dokter mereka tentang pengobatan yang tepat. “Wanita hamil yang terkena penyakit virus ringan bisa dengan perawatan konvensional, “kata Hyman. “Dosis tinggi dari beberapa suplemen dan produk tidak diatur mungkin memiliki efek lain pada janin.” Dr Colleen Boyle, Direktur National Center on Birth Defects and Developmental Disabilities mengatakan, secara umum, wanita dapat membangun kekebalan mereka dengan hanya mendapatkan vaksinasi flu. Suntikan tidak hanya melindungi ibu terhadap strain tertentu dari flu, tetapi juga melindungi bayi sampai enam bulan setelah lahir. “Ini adalah musim vaksin flu sehingga ibu hamil harus mendapatkan vaksin flu segera,” kata Boyle.(MEL)
sumber : http://health.liputan6.com/read/453140/ibu-hamil-flu-bisa-lahirkan-anak-autisme

Terapi Musik untuk Anak Autis

Nama CD: Autism Therapy

Keterangan:Terapi Musik dan stimulasi gelombang otak untuk anak yang  mengalami autisme Asperger's Syndrome. Membantu mengurangi gejala-gejala autis serta mendukung anak agar bisa hidup dengan normal

Cara Penggunaan: Pelan yang cukup didengar oleh orang sekitar. Mendengarkannya Tidak harus dengan konsentrasi. Mereka bisa tidur atau bermain sesuka hati. Lama terapi tidur yaitu 30 menit dan bangun 60 menit rutin setiap hari sampai merasa tidak butuh terapi lagi.

Cara Diputar saat anak tidur dan bangun atau beraktivitas dengan volume

Harga: Rp. 120.000





Usia antara 2 – 5 tahun adalah usia yang sangat ideal untuk memulai menangani autisme. Salah satu bentuk penanganan terhadap autis adalah terapi musik yang kini banyak dipakai untuk anak – anak autis dan mereka yang memiliki kesulitan belajar. Spesialis musik terapi, Robbin Nordoff dalam majalah Holmes mengklaim bahwa anak autis, energinya akan meningkat ketika diperdengarkan musik tertentu.

Hal senada dituturkan oleh seorang psikolog, Alfa Handayani dalam majalah Hidayat  “Musik mampu meningkatkan pertumbuhan otak anak karena musik itu sendiri merangsang pertumbuhan sel otak. Musik bisa membuat kita rileks dan senang hati, yang merupakan emosi positif. Emosi positif inilah membuat fungsi berfikir seseorang menjadi maksimal”.

Jika anak autis diberi terapi musik sejak dini, maka kecerdasan emosional dan intelegensinya berkembang lebih baik dibandingkan dengan anak autis yang tidak mendapatkan terapi musik.

Mengenal Tanda-Tanda Autis
Beberapa tanda autis sebenarnya bisa dideteksi mulai dari bayi lahir hingga anak berumur lima tahunan. Deteksi dini bisa mengurangi beban mental dan mempercepat penanganan maupun penyembuhan anak autis. Autis terjadi pada 1 dari 700 orang dan lebih banyak terjadi pada laki-laki. Gejala autis biasanya sudah bisa terlihat sejak umur 18 bulan hingga 3 tahun. Beberapa tanda autis juga bisa diketahui sejak bayi.

Anak autis memiliki perkembangan yang berbeda dengan anak pada umumnya dan menghasilkan sikap introvert (tertutup), tidak mau berinteraksi dengan lingkungan, emosi tidak stabil dan mungkin menjengkelkan bagi sebagian orangtua karena sikapnya yang seakan-akan tidak menurut. Berikut ini beberapa gejala autis yang bisa dideteksi mulai dari bayi hingga tahun kelima pertumbuhan anak:

Baru Lahir
Sejak bayi, anak autis biasanya tidak bisa merasakan atau merespons kehadiran orangtuanya. Ia tidak akan tertarik untuk melakukan kontak mata dan cenderung tertarik dengan objek yang bergerak. Bayi autis juga lebih banyak diam dan tidak menangis selama berjam-jam.

Tahun Pertama
Ada sejumlah kemampuan utama yang umumnya dicapai anak dalam usia setahun antara lain berdiri dengan bantuan orangtua, merangkak, mengucapkan sebuah kata sederhana, menggerakkan tangan, tepuk tangan atau gerak sederhana lainnya. Jika anak tidak dapat melakukan kemampuan ini, tidak berarti itu gejala autisme. Ia dapat saja mencapai kemampuan itu nanti. Namun tak ada salahnya untuk waspada dan segera periksakan jika anak tak mencapai satu pun kemampuan umum diatas.

Tahun Kedua
Gejala autisme terlihat lebih jelas jika anak tidak tertarik pada ibunya atau orang lain, jarang menatap atau tidak terjadi kontak mata, tidak menunjuk atau melihat pada objek yang diinginkan, tak dapat mengucapkan dua patah kata, kehilangan kata-kata yang sebelumnya ia kuasai, mengulang-ulang gerakan seperti menggoyangkan tangan atau mengayunkan tubuh ke depan-belakang, tidak suka bermain, sering berjalan berjinjit.

Tahun Ketiga-Kelima
Gejala autisme setelah tahun kedua, semua yang terjadi pada tahun sebelumnya di atas dengan tambahan terobsesi oleh suatu objek tertentu seperti mainan atau game, sangat tertarik dengan suatu rutinitas, susunan atau keteraturan benda, sangat marah jika keteraturan atau susunan benda terganggu, sensitif terhadap suara keras yang sebenarnya tidak mengganggu anak lainnya dan sensitif terhadap sentuhan orang lain seperti tak suka dipeluk.

Apabila Anda ragu-ragu, apakah anak Anda termasuk autis atau bukan, ada baiknya Anda berkonsultasi kepada dokter spesialis anak, psikolog atau Neurotherapist yang kompeten. Yang paling penting, apabila anak Anda ternyata mengalami gangguan autisme, jangan lekas merasa bersalah dengan menyalahkan diri sendiri karena tidak menjaga kandungan dengan baik selama kehamilan. Perlu diingat, lahirnya anak autis bukan kesalahan ibunya. Bahkan hingga kini penyebab autis masih belum dapat dipastikan.

Sebagai orang tua, usahakan tetap memberikan cinta dan kasih sayang layaknya pada anak normal. Anak autis hanyalah anak yang punya kondisi otak berbeda dengan anak lainnya. Sadari pula bahwa anak autis adalah anak spesial karena memiliki kemampuan yang berbeda dengan anak umumnya, oleh karena itu penanganannya pun harus spesial. Dan perlu Anda ketahui bahwa autis bisa disembuhkan asal dirawat dengan terapi yang tepat, dengan kesabaran, ketelatenan dan penuh cinta dalam mengasuh anak autis.

Terapi Musik dan Stimulasi Gelombang Otak Untuk Anak Autis
Salah satu terapi yang tepat untuk membantu menangani anak autis adalah Terapi Musik dan Stimulasi Gelombang Otak atau Brainwave Entrainment. Terapi Musik dan Stimulasi Gelombang Otak dapat membantu meningkatkan kepekaan fungsi kognitif, afektif dan pisikomotor anak autis. Seperti halnya kegiatan terapi yang lainnya, terapi musik dan stimulasi gelombang otak harus diberikan secara berkesinambungan.
Terapi musik dan stimulasi gelombang otak biasanya dilaksanakan oleh seorang Neurotherapist terlatih untuk pencapaian hasil yang maksimal. Namun jika tidak ada Neurotherapist di tempat Anda atau biaya untuk membayar Neurotherapist terlalu mahal bagi Anda, CD Terapi Musik dari terapimusik.com bisa menjadi solusinya. CD ini juga bisa menjadi pilihan apabila si anak autis takut atau sama sekali tidak bisa berinteraksi dengan orang luar, termasuk dengan Neurotherapist. Dengan bantuan CD Terapi Musik, terapi musik dan stimulasi gelombang otak dapat dilakukan di rumah oleh siapa saja.
Terapi musik dan stimulasi gelombang otak, dapat diberikan pada setiap anak autis, tanpa membedakan kondisinya. Akan tetapi hasil yang diperoleh sangat beragam sesuai dengan kondisi yang dialami anak. Selain itu terapi musik dan terapi gelombang otak juga dapat membantu mengembangkan bakat seorang anak autis, khususnya pada bidang seni.
Terapi musik secara umum adalah teknik terapi dengan memperdengarkan berbagai macam bunyi kepada insan autis. Bunyi/suara yang diperdengarkan tersebut dapat merangsang perkembangan fungsi bahasa verbal/non verbal, interaksi sosial, motorik mereka. Sedangkan stimulasi gelombang otak memberikan rangsangan berupa gelombang suara dengan frekuensi tertentu yang dibuat dinamis (berubah-ubah frekuensinya) dalam jangka waktu tertentu untuk melatih fleksibilitas anak autis.
CD Autism Therapy bermanfaat untuk membantu anak yang mengalami autisme dan Asperger’s syndrome. Lalu, apa bedanya autism dan Asperger’s syndrome?
Asperger’s Syndrome
Asperger’s Syndrome atau Sindrom Asperger (SA) merupakan suatu gejala kelainan perkembangan syaraf otak yang namanya diambil dari seorang dokter berkebangsaan Austria, Hans Asperger, yang pada tahun 1944 menerbitkan sebuah makalah yang menjelaskan mengenai pola perilaku dari beberapa anak laki-laki memiliki tingkat intelegensi dan perkembangan bahasa yang normal, namun juga memperlihatkan perilaku yang mirip autisme, serta mengalami kekurangan dalam hubungan sosial dan kecakapan komunikasi. Walaupun makalahnya itu telah dipublikasikan sejak tahun 1940-an, namun Sindrom Asperger baru dimasukkan ke dalam katergori DSM IV pada tahun 1994 dan baru beberapa tahun terakhir Sindrom Asperger tersebut dikenal oleh para ahli dan orang tua.

Seseorang penyandang SA dapat memperlihatkan bermacam-macam karakter dan gangguan tersebut. Seseorang penyandang SA dapat memperlihatkan kekurangan dalam bersosialisasi, mengalami kesulitan jika terjadi perubahan, dan selalu melakukan hal-hal yang sama berulang ulang. Sering mereka terobsesi oleh rutinitas dan menyibukkan diri dengan sesuatu aktivitas yang menarik perhatian mereka. Mereka selalu mengalami kesulitan dalam membaca aba-aba (bahasa tubuh) dan seringkali seseorang penyandang SA mengalami kesulitan dalam menentukan dengan baik posisi badan dalam ruang (orientasi ruang dan bentuk).

Karena memiliki perasaan terlalu sensitif yang berlebihan terhadap suara, rasa, penciuman dan penglihatan, mereka lebih menyukai pakaian yang lembut, makanan tertentu dan merasa terganggu oleh suatu keributan atau penerangan lampu yang mana orang normal tidak dapat mendengar atau melihatnya. Penting untuk diperhatikan bahwa penyandang SA memandang dunia dengan cara yang berlainan. Sebab itu, banyak perilaku yang aneh dan luar biasa yang disebabkan oleh perbedaan neurobiologi tersebut, bukan karena sengaja berlaku kasar atau berlaku tidak sopan, dan yang lebih penting lagi, adalah bukan dikarenakan 'hasil didikan orang tua yang tidak benar'.

Menurut definisi, penyandang SA mempunyai IQ.normal dan banyak dari mereka (walaupun tidak semua) memperlihatkan pengecualian dalam keterampilan atau bakat di bidang tertentu. Karena mereka memiliki fungsionalitas tingkat tinggi serta bersifat naif, maka mereka dianggap eksentrik, aneh dan mudah dijadikan bahan untuk ejekan dan sering dipaksa temanya untuk berbuat sesuatu yang tidak senonoh. Walaupun perkembangan bahasa mereka kelihatannya normal, namun penyandang SA sering tidak pragmatis dan prosodi. Perbendaharaan kata-kata mereka kadang sangat kaya dan beberapa anak sering dianggap sebagai 'profesor kecil'. Namun mereka dapat menguasai literatur tapi sulit menggunakan bahasa dalam konteks sosial.

Sifat-sifat dalam belajar dan berperilaku pada murid penyandang Asperger antara lain:
  • Sindrom Asperger merupakan suatu sifat khusus yang ditandai dengan kelemahan kualitatif dalam berinteraksi sosial. Sesorang penyandang Sindrom Asperger (SA) dapat bergaul dengan orang lain, namun dia tidak mempunyai keahlian berkomunikasi dan mereka akan mendekati orang lain dengan cara yang ganjil (Klin & Volkmar, 1997). Mereka sering tidak mengerti akan kebiasaan sosial yang ada dan secara sosial akan tampak aneh, sulit ber-empati, dan salah menginterpretasikan gerakan-gerakan. Pengidap SA sulit dalam berlajar bersosialisasi serta memerlukan suatu instruksi yang jelas untuk dapat bersosialisasi. 
  • Walaupun anak-anak penyandang SA biasanya berbicara lancar saat mencapai usia lima tahun, namun mereka sering mempunyai masalah dalam menggunakan bahasa dalam konteks sosial ( pragmatik ) dan tidak mampu mengenali sebuah kata yang memiliki arti yang berbeda-beda (semantic) serta khas dalam berbicara /prosodi (tinggi rendahnya suara, serta tekanan dalam berbicara) (Attwood, 1998). Murid penyandang SA bisa jadi memiliki perbendaharaan kata-kata yang lebih, dan sering tak henti-hentinya berbicara mengenai suatu subyek yang ia sukai. Topik pembicaraan sering dijelaskan secara sempit dan orang itu mengalami kesulitan untuk berpindah ke topik lain. Mereka dapat merasa sulit berbicara teratur. penyandang SA dapat memotong pembicaraan orang lain atau membicarakan ulang pembicaraan orang lain, atau memberikan komentar yang tidak relevan serta mengalami kesulitan dalam memulai dan mengakhiri suatu pembicaraan. Cara berbicaranya kurang bervariasi dalam hal tinggi rendahnya suara, tekanan dan irama, dan, bila murid tersebut telah mencapai usia lebih dewasa, cara berbicaranya sering terlalu formal. Kesulitan dalam berkomunikasi sosial dapat terlihat dari cara berdiri yang terlalu dekat dengan orang lain, memandang lama, postur tubuh yang tidak normal, dan tak dapat memahami gerakan-gerakan dan ekspresi wajah.
     
  • Murid penyandang SA memiliki kemampuan intelegensi normal sampai di atas rata-rata, dan terlihat berkemampuan tinggi. Kebanyakan dari mereka cakap dalam memperdalam ilmu pengetahuan dan sangat menguasai subyek yang mereka sukai pernah pelajari. Namun mereka lemah dalam hal pengertian dan pemikiran abstrak, juga dalam pengenalan sosial. Sebagai akibatnya, mereka mengalami kesulitan akademis, khususnya dalam kemampuan membaca dan mengerti apa yang dibaca, menyelesaikan masalah, kecakapan berorganisasi, pengembangan konsep, membuat kesimpulan dan menilai. Ditambah pula, mereka sering kesulitan untuk bersikap lebih fleksibel. Pemikiran mereka cenderung lebih kaku. Mereka juga sering kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan perubahan, atau menerima kegagalan yang dialaminya, serta tidak siap belajar dari kesalahan-kesalahanya. (Attwood 1998).
     
  • Diperkirakan bahwa 50% - 90% dari penyandang SA mempunyai kesulitan dalam koordinasi motoriknya (Attwood 1998). Motorik yang terkena dalam hal melakukan gerakan yang berpindah-pindah (locomotion), kecakapan bermain bola, keseimbangan, cakap menggerakan sesuatu dengan tangan, menulis dengan tangan, gerak cepat, persendian lemah, irama serta daya mengikuti gerakan-gerakan.
     
  • Seorang penyandang SA memiliki kesamaan sifat dengan penyandang autisme yaitu dalam menanggapi rangsangan sensori. Mereka bisa menjadi hiper sensitif terhadap beberapa rangsangan tertentu dan akan terikat pada suatu perilaku yang tidak biasa dalam memperoleh suatu rangsangan sensori yang khusus.
     
  • Seorang penyandang SA biasanya kelihatan seperti tidak memperhatikan lawan bicara, mudah terganggu konsentrasinya dan dapat / pernah dikategorikan sebagai penyandang ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) sewaktu di-diagnosa dalam masa kehidupan mereka (Myles & Simpson, 1998).
     
  • Rasa takut yang berlebihan juga merupakan salah satu sifat yang dihubungkan dengan penyandang SA. Mereka akan sulit belajar menyesuaikan diri dengan tuntutan bersosialisasi di sekolah. Instruksi yang baik dan benar akan membantu meringankan tekanan-tekanan yang dialaminya.

Sumber: http://www.terapimusik.com/terapi_anak_autis.htm



Aplikasi Untuk Penyandang Autisme


Anak autis yang kondisinya sulit berbicara dipermudah dengan terobosan aplikasi komputer tablet dan aplikasi khusus yang memungkinkan mereka untuk berkomunikasi